Kaltimreport.com – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyatakan sikap tegas terhadap pelanggaran perjanjian kerja sama (PKS) yang dilakukan oleh pihak pengelola Hotel Royal Suite di Kota Balikpapan.
Dalam hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) terbaru, ditemukan indikasi pelanggaran berat terhadap perjanjian penggunaan aset milik Pemerintah Provinsi Kaltim itu.
Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Yusuf Mustafa, mengungkapkan bahwa pengelola telah melakukan alih fungsi bangunan secara sepihak.
Salah satu pelanggaran utama adalah penyekatan area hotel menjadi ruang-ruang karaoke tanpa memperoleh izin resmi serta menyimpang dari perjanjian desain awal.
“Dari hasil RDP, kami mendapati bahwa bagian dalam bangunan telah dimodifikasi menjadi ruang karaoke, lengkap dengan sekat-sekat tambahan yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Ini merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap perjanjian kerja sama,” ungkap Yusuf Mustafa.
Pun, Ia menyampaikan bahwa sebelumnya Pemerintah Provinsi Kaltim telah mengeluarkan peringatan agar pengelola mengosongkan bangunan tersebut, namun hingga kini belum terlihat adanya langkah konkret untuk menindaklanjuti.
“Kami mendorong Pemerintah Provinsi agar bertindak tegas. Jangan sampai persoalan ini terus dibiarkan tanpa penyelesaian. Bila diperlukan, Satpol PP harus segera dilibatkan untuk melakukan penertiban,” tegasnya.
Lebih lanjut, Yusuf juga menyarankan agar proses pengosongan dapat ditempuh melalui jalur hukum apabila pengelola tetap mengabaikan peringatan.
Ia menyebut adanya indikasi perusakan karena perubahan struktur bangunan dilakukan tanpa persetujuan resmi.
“Jika pengelola tidak menunjukkan itikad baik, maka proses hukum harus menjadi pilihan. Jaksa sebagai pengacara negara bisa melakukan somasi, bahkan mengambil langkah hukum secara perdata maupun pidana,” lanjutnya.
Maka dari itu, Komisi I DPRD Kaltim menegaskan komitmennya untuk terus memantau perkembangan kasus ini. Mereka tidak ingin aset daerah disalahgunakan dan berharap seluruh perjanjian kerja sama antara pemerintah dan pihak ketiga dapat dijalankan sesuai aturan.
“Ini bukan sekadar soal pelanggaran administratif, melainkan soal menjaga integritas pemerintah dan tata kelola aset yang profesional. Jika dibiarkan, hal serupa bisa terjadi di masa mendatang dan merugikan pemerintah daerah,” pungkas Yusuf Mustafa.