Kaltimreport.com – Upaya pengendalian banjir di Kota Samarinda dinilai belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kolaborasi antara pemerintah kota dengan wilayah-wilayah penyangga, seperti Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Yusrul Hana, menilai bahwa pendekatan yang selama ini diterapkan masih bersifat sektoral dan belum menjawab akar persoalan secara menyeluruh.
“Volume air yang mengalir ke Samarinda bukan hanya berasal dari hujan lokal. Ada juga kiriman dari kawasan tambang dan wilayah luar kota seperti Kukar. Kalau penanganannya hanya dilakukan satu daerah, ya tidak akan tuntas,” ujar Yusrul, saat ditemui baru-baru ini.
Ia membandingkan kondisi tersebut dengan kasus banjir di Jakarta yang juga dipengaruhi oleh aliran air dari daerah sekitarnya.
“Yang dibutuhkan bukan hanya pembangunan fisik, tapi juga komunikasi antardaerah. Kalau Kukar tidak dilibatkan, maka potensi banjir akan tetap ada,” tambahnya.
Data dari DPRD mencatat, banjir yang terjadi pada 12 dan 27 Mei lalu menyebabkan genangan dan longsor di berbagai titik. Saat itu, curah hujan mencapai lebih dari 100 mililiter per detik, disertai naiknya permukaan Sungai Mahakam.
Dalam rapat evaluasi bersama Dinas PUPR dan BPBD, legislatif juga menyoroti lambannya realisasi pembangunan infrastruktur pengendali banjir di titik-titik rawan seperti Jalan Surianata, Juanda, dan Pasundan. Proyek tersebut baru memasuki tahap awal pengerjaan pada pertengahan tahun ini.
Yusrul mengapresiasi rencana pembangunan pintu air di Sungai Karang Mumus. Namun, ia mengingatkan bahwa solusi teknis seperti itu hanya akan efektif jika disertai koordinasi yang baik antarwilayah.
“Pembangunan infrastruktur saja tidak cukup. Harus ada sinergi antara Samarinda dan wilayah sekitarnya agar pengendalian banjir bisa benar-benar berhasil,” tutupnya.