Kaltimreport.com – Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 59 Tahun 2023 yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mendapat sorotan keras dari DPRD Kaltim. Pergub ini menetapkan batas minimal nilai kegiatan sebesar Rp1,5 miliar untuk penyaluran bantuan, yang dinilai oleh anggota dewan terlalu tinggi dan tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat di lapangan.
Anggota DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, menegaskan bahwa meskipun nilai tersebut sudah direvisi turun dari batas minimal sebelumnya yang mencapai Rp2,5 miliar dalam Pergub 49/2020, angka Rp1,5 miliar tetap memberatkan masyarakat.
“Ada warga yang hanya membutuhkan dana sekitar Rp75 juta untuk menyemen jalan lingkungan, ada juga yang memerlukan puluhan juta untuk perbaikan Posyandu, atau rehabilitasi langgar dan masjid. Jika dipaksakan mengikuti Pergub ini, jelas bantuan tidak bisa tersalurkan,” jelas Sarkowi saat Rapat Paripurna ke-45 DPRD Kaltim.
Sarkowi juga mengkritik proses pembentukan Pergub tersebut, yang menurutnya cacat hukum karena tidak melalui konsultasi dengan DPRD Kaltim maupun Kementerian Dalam Negeri.
“Oleh karena itu, sebaiknya Pergub ini dicabut,” tegasnya.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Seno Aji, turut menyatakan keprihatinan atas batasan dana minimal tersebut. Ia menilai bahwa usulan masyarakat tidak bisa dipatok dengan angka minimal yang tinggi, karena banyak kebutuhan desa yang hanya memerlukan anggaran kecil.
“Pokok pikiran (Pokir) anggota dewan harus disesuaikan dengan kebutuhan riil masyarakat desa. Melalui Pokir, kita ingin memperbaiki gang-gang dengan semenisasi agar perekonomian warga juga terbantu,” jelas Seno.
Kritik serupa disampaikan oleh Puji Hartadi, anggota DPRD lainnya. Ia mencontohkan kasus permohonan bantuan fasilitas jalan sepanjang 20 meter di desa Makroman yang tidak dapat diajukan karena proyek tersebut berada di bawah batas minimal nilai.
“Saya berharap Pergub ini segera direvisi atau dicabut, karena sangat menghambat bantuan bagi masyarakat. Kami sebagai wakil rakyat ingin membantu, tapi aturan ini justru menjadi penghalang,” kata Puji.
Menanggapi berbagai desakan dari DPRD, Penjabat Gubernur Kaltim, Akmal Malik, berjanji akan menginstruksikan Biro Hukum dan instansi terkait untuk melakukan kajian ulang terhadap Pergub 59/2023. Harapannya, langkah ini dapat menghasilkan solusi yang lebih berpihak kepada kebutuhan masyarakat.
Sarkowi menambahkan bahwa DPRD Kaltim telah melakukan survei ke seluruh provinsi di Indonesia dan tidak menemukan aturan serupa yang menetapkan nilai minimal satu paket bantuan sebesar Rp1,5 miliar.
“Ini jadi alasan kuat bagi kami untuk meminta pembatalan Pergub tersebut karena justru menghambat penyaluran bantuan dari pemerintah ke masyarakat,” pungkas Sarkowi.
Dengan beragam kritik dan tekanan dari DPRD Kaltim, masyarakat kini berharap pemerintah segera merevisi atau mencabut Pergub 59/2023 agar alokasi bantuan bisa lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.