Kaltimreport.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) menegaskan kembali larangan penggunaan jalan umum oleh truk pengangkut batu bara. Larangan ini bertujuan untuk menjaga keselamatan masyarakat sekaligus melindungi infrastruktur jalan milik negara dari kerusakan akibat beban muatan yang berlebihan.
Anggota DPRD Kaltim, Salehuddin, menyatakan bahwa kendaraan berat pengangkut batu bara telah menjadi penyumbang utama kerusakan jalan di berbagai wilayah Kaltim. Ia menyoroti kondisi jalan yang rusak parah akibat truk bermuatan lebih dari 34 ton, apalagi diperparah dengan tingginya curah hujan.
“Kerusakan jalan sebagian besar, mohon maaf, memang disebabkan oleh kontribusi kendaraan berat. Kalau tonasenya melebihi kapasitas, jalan pasti rusak. Apalagi saat musim hujan, kondisinya semakin parah,” ujar Salehuddin.
Selain itu, Ia juga menekankan bahwa kebijakan ini bukan tanpa dasar hukum. Dalam Pasal 91 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) wajib menggunakan jalan khusus tambang untuk kegiatan pengangkutan.
Sebagai solusi jangka pendek, DPRD Kaltim membuka opsi pengaturan jam operasional atau penyediaan jalur penyeberangan khusus (crossing) yang aman. Namun dalam jangka panjang, pemerintah menargetkan zero hauling di semua jalan umum, baik nasional, provinsi, maupun kabupaten.
Isu ini semakin mencuat pasca tragedi di Muara Kate, di mana seorang warga bernama Rusel, yang dikenal aktif menjaga posko penolakan truk batu bara, ditemukan meninggal dunia secara misterius. Masyarakat menduga kuat peristiwa tersebut terkait dengan aktivitas penolakan hauling batu bara, terlebih karena sebelumnya sempat ada ancaman dari orang tak dikenal.
Pun, Baru-baru ini Gubernur Kaltim dikabarkan telah mengumpulkan tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan terkait untuk membangun dialog dan mencari solusi bersama.
“Itu bentuk konkret yang sangat positif. Tapi jangan sampai proses ini mengarah ke ketidakjelasan hukum atau bahkan membuka ruang konflik baru. Kita butuh ketegasan dan kepastian,” pungkas Salehuddin.