Kaltimreport.com – Langkah cepat yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) dalam menelusuri dugaan praktik reklamasi tambang fiktif mendapat dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim. Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menyebut langkah tersebut sebagai angin segar setelah bertahun-tahun upaya legislatif mandek tanpa tindak lanjut.
Menurut Salehuddin, DPRD telah lama menyoroti persoalan lingkungan pascatambang, termasuk melalui pembentukan panitia khusus (pansus) tambang dan penyampaian rekomendasi ke kementerian hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, berbagai rekomendasi itu selama ini dianggap tidak membuahkan hasil nyata.
“Kami sudah berkali-kali beri rekomendasi. Tapi seolah-olah mandul. Dengan turunnya Kejati, saya yakin proses ini akan bergerak, pelan tapi pasti,” ucapnya.
Selain itu, Ia menggambarkan kondisi kerusakan lingkungan di lapangan sebagai fenomena gunung es terlihat kecil di permukaan, tetapi menyimpan ancaman besar di bawahnya. Antara Samarinda dan Kutai Kartanegara, disebutnya terdapat banyak lubang bekas tambang raksasa yang dibiarkan tanpa reklamasi.
“Kalau dilihat dari udara, lubangnya luar biasa besar dan banyak. Ini bukan isu, tapi fakta di depan mata,” ungkapnya.
Pun, Salehuddin juga mendorong Kejati Kaltim dan aparat penegak hukum lainnya untuk mengaudit seluruh perusahaan tambang, khususnya terkait kewajiban reklamasi yang selama ini diduga hanya dijalankan di atas kertas. Ia menilai banyak perusahaan menggunakan modus “pematangan lahan” untuk menutupi kelalaian reklamasi.
“Modus seperti ini harus dibongkar. Jangan ada lagi yang bisa berlindung di balik izin administratif,” imbuhnya.
Ia juga menilai lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah turut memperburuk situasi. Karena itu, Salehuddin mendukung sikap tegas Gubernur Kaltim yang melarang penggunaan jalan umum untuk hauling tambang, sebagai bagian dari langkah menyeluruh dalam menertibkan industri ekstraktif.
“Langkah gubernur itu penting. Jalan umum jangan lagi jadi korban karena perusahaan tambang tidak mau patuh aturan,” tandasnya.