Kaltimreport.com – Gedung DPRD Kalimantan Timur kembali menjadi tempat suara kritis dari para wakil rakyat. Salah satunya adalah Muhammad Husni Fahruddin, yang lebih dikenal dengan sapaan Ayub, legislator senior yang vokal dalam memperjuangkan keadilan bagi masyarakat Kaltim. Di tengah kekayaan alam yang melimpah dari sektor batu bara, minyak, dan gas bumi, Ayub menilai manfaat yang diterima oleh masyarakat justru sangat minim.
Menurut Ayub, ketimpangan pembangunan semakin nyata dirasakan oleh warga, terutama mereka yang tinggal di wilayah penghasil sumber daya alam (SDA). “Ironisnya, masyarakat yang berada di kawasan penghasil ini justru kerap menjadi korban dari ketimpangan pembangunan,” ujarnya saat ditemui pada Senin (12/5/2025).
Ayub menyoroti dominasi perusahaan besar yang menguasai SDA, yang menurutnya telah menggeser peran serta masyarakat lokal. Ia menilai kebijakan pemerintah selama ini lebih memprioritaskan kemudahan bagi investor besar, sementara pemberdayaan masyarakat sebagai pemilik sah sumber daya alam kurang diperhatikan.
“Sudah saatnya rakyat Kaltim bukan hanya menjadi penonton atau tenaga kerja saja, melainkan menjadi pemain utama dalam pengelolaan SDA. Ini bukan sekadar persoalan ekonomi, tapi keadilan sosial,” tegas Ayub.
Lebih lanjut, ia mengkritik kondisi infrastruktur dan fasilitas publik di daerah penghasil tambang. Meski sektor pertambangan dan energi terus beroperasi dengan hasil yang besar, kualitas jalan desa rusak parah dan fasilitas seperti sekolah serta puskesmas masih jauh dari standar layak.
“Tambang tetap berjalan, tapi jalan desa rusak dan fasilitas publik kurang memadai. Ini menunjukkan bahwa hasil eksploitasi besar belum dirasakan oleh masyarakat secara nyata,” jelasnya.
Sebagai solusi, Ayub mendorong pembentukan regulasi baru yang mengedepankan keadilan sosial dan keterlibatan aktif masyarakat. Ia mengusulkan regulasi daerah yang memberi ruang kontrol kepada rakyat, mulai dari tahap produksi hingga hilirisasi sumber daya alam.
“Kita butuh sistem pengelolaan yang memberi ruang besar bagi masyarakat untuk mengontrol kekayaan alamnya sendiri,” ujar Ayub.
Bagi Ayub, reformasi tata kelola SDA bukan sekadar slogan politik, melainkan sebuah tanggung jawab moral untuk melindungi masa depan generasi Kaltim. Ia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah daerah, legislatif, dan pelaku usaha dalam membangun komitmen bersama demi sistem pengelolaan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kita tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Harus ada kolaborasi nyata untuk menciptakan sistem yang adil dan berkelanjutan bagi semua,” katanya.
Ayub juga menegaskan bahwa arah pembangunan harus berubah, tidak lagi hanya fokus pada angka pertumbuhan ekonomi, tetapi harus benar-benar berakar pada kesejahteraan rakyat.
“Kita jangan sampai hanya mengejar SDA yang habis, sementara masyarakat tetap tertinggal. Sudah saatnya mengubah paradigma pembangunan agar manfaatnya dirasakan semua lapisan masyarakat,” pungkasnya.