Kaltimreport.com – Insiden terulangnya tabrakan tongkang batu bara ke Jembatan Mahakam I pada Sabtu, 26 April 2025, kembali memantik reaksi keras dari anggota DPRD Kalimantan Timur. Salah satu suara kritis datang dari Jahidin, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang menyoroti lemahnya dasar hukum dalam setiap pernyataan ganti rugi oleh perusahaan pelayaran.
“Komitmen perusahaan tak bisa lagi hanya sebatas ucapan atau berita acara biasa. Harus ada perjanjian resmi melalui notaris. Tanpa itu, tidak ada kekuatan hukum yang bisa menjerat mereka jika ingkar,” tegas Jahidin usai mengikuti Rapat Paripurna ke-14 DPRD Kaltim, ungkapnya pada waktu lalu.
Menurutnya, akta notaris sangat penting untuk menjamin kejelasan dan ketegasan dalam pertanggungjawaban atas kerusakan fasilitas umum. Ia mencontohkan, Jembatan Mahakam sudah 23 kali mengalami kerusakan akibat insiden serupa, namun banyak perusahaan belum menindaklanjuti kewajiban perbaikan secara menyeluruh.
Insiden terbaru merusak pilar keempat (P4) jembatan setelah tali penarik tongkang putus, membuat kapal tak terkendali dan menabrak struktur jembatan. Meski pihak perusahaan telah menyatakan kesediaan memperbaiki dengan estimasi biaya mencapai Rp35 miliar, pelaksanaan di lapangan belum menunjukkan kemajuan nyata.
“Data dari Komisi I mencatat 23 kejadian yang berdampak langsung pada struktur jembatan, tapi hanya sebagian kecil yang benar-benar ditindaklanjuti dengan tanggung jawab konkret. Tidak ada jaminan hukum kuat bila hanya mengandalkan pernyataan informal,” lanjutnya.
Jahidin menekankan pentingnya pemerintah menggunakan instrumen hukum yang tegas, termasuk menyita aset perusahaan bila terjadi wanprestasi. Menurutnya, akta notaris akan memperkuat posisi pemerintah dalam menegakkan keadilan bagi kepentingan publik.
Dalam rapat gabungan komisi sebelumnya, ia telah mengusulkan agar setiap perjanjian tanggung jawab terhadap kerusakan fasilitas umum wajib dituangkan dalam dokumen hukum yang sah, baik berupa perjanjian bermeterai maupun akta notaris. Usulan ini pun telah dicatat oleh pimpinan DPRD.
“Ini bukan soal menekan pelaku usaha, tapi soal memastikan perlindungan bagi masyarakat luas. Negara harus hadir. Tidak bisa terus-menerus kita dirugikan akibat kelalaian yang berulang,” tandasnya.
Lebih jauh, ia menilai Jembatan Mahakam sebagai infrastruktur strategis yang menjadi tulang punggung mobilitas warga dan aktivitas ekonomi Kaltim. Kerusakan berulang, menurutnya, bukan hanya berbahaya secara fisik, tetapi juga mencoreng citra pemerintah daerah dalam menjaga aset publik.
“Kalau tidak ada ikatan hukum yang kuat, masyarakat akan terus jadi korban. Komitmen ganti rugi harus dikawal dalam bingkai hukum yang sah dan mengikat,” tutup Jahidin