Kaltim Tuntut Keadilan Fiskal : Sumber Daya Dieksploitasi Pemasukan Minim

HOME257 Dilihat

Kaltimreport.com – Kalimantan Timur selama ini dikenal luas sebagai wilayah kaya sumber daya alam.  Namun, besarnya kontribusi provinsi ini terhadap sektor tambang dan kehutanan nasional ternyata belum sebanding dengan penerimaan fiskal yang diperoleh daerah.  Isu ketimpangan ini kembali menjadi sorotan dalam forum resmi yang digelar baru-baru ini.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur  Sapto Setyo Pramono,  menyampaikan kekhawatirannya dalam kegiatan monitoring penyusunan Prognosis Perubahan APBD 2025 dan APBD 2026 yang berlangsung pada Rabu, 28 Mei 2025.  Ia menilai  sudah saatnya pemerintah pusat memberikan porsi lebih adil atas hasil kekayaan alam Kaltim.

Menurut Sapto,  selama ini sektor pertambangan dan kehutanan telah menimbulkan dampak lingkungan cukup besar bagi Kalimantan Timur.  Sayangnya, kontribusi dua sektor strategis tersebut belum memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan asli daerah secara signifikan.

Ia menyoroti dua sumber pendapatan potensial,  yakni Pajak Hasil Kehutanan (PHK) dan Pajak Hasil Penjualan Tambang (PHT) yang selama ini belum masuk ke dalam kas daerah.  Sapto menegaskan bahwa meskipun telah ada komunikasi dengan Kementerian ESDM,  realisasi pemasukan dari dua sektor ini masih belum terlihat.

“Selama ini Kalimantan Timur tidak mendapat pemasukan apa-apa dari sana.  Kita sudah minta secara resmi ke Menteri ESDM bahkan sudah disampaikan melalui surat kepada Gubernur  supaya bisa ada peluang pendapatan tambahan melalui PHK dan PHT,”  kata Sapto di hadapan peserta forum.

Sebagai informasi  PHT adalah pungutan atas hasil penjualan produk tambang yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta.  Sementara PHK merupakan penerimaan negara dari hasil eksploitasi hutan,  baik berupa kayu maupun hasil hutan non-kayu.  Sayangnya  kedua sumber ini tergolong sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah pusat,  tanpa ada mekanisme pembagian yang berpihak pada daerah penghasil.

Dalam kesempatan yang sama, sapto juga mengungkapkan rencana Komisi II untuk memanggil beberapa perusahaan tambang.  Pemanggilan ini berkaitan dengan penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang saat ini hanya berada di angka 1,5 persen.

“Kami ingin mengetahui penyebab pastinya.  Apakah ini karena anjloknya harga batubara atau menurunnya volume produksi Ini perlu dikaji lebih dalam,” tegas Sapto.

Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar DPRD Kaltim lebih aktif memperjuangkan keadilan fiskal.  Ketimpangan antara beban kerusakan lingkungan yang harus ditanggung daerah dan minimnya kontribusi pendapatan dari pusat harus segera diakhiri.

“Hancurnya lingkungan di sini tapi uangnya tidak ke sini. Ini ketidakadilan yang harus kita lawan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *