Ananda Moeis Investasi Harus Sejalan dengan Keadilan Sosial dan Kelestarian Lingkungan

Kaltimreport.com – Investasi memang penting, tetapi bukan satu-satunya tolok ukur kemajuan. Wakil Ketua II DPRD Kalimantan Timur, Ananda Emira Moeis, mengingatkan agar pembangunan di daerah tidak hanya berorientasi pada masuknya modal, namun juga mengedepankan transparansi dan keberlanjutan.

“Kita ingin Kalimantan Timur tumbuh dan maju, tapi bukan dengan mengorbankan hutan, tanah, atau hak-hak masyarakat adat. Para investor harus tunduk pada aturan dan menghormati kearifan lokal,” tegas Ananda.

Dalam pandangannya, Kalimantan Timur yang kaya akan sumber daya alam memiliki posisi strategis, namun hal itu juga membawa tanggung jawab besar. Pemerintah daerah, kata Ananda, harus tetap waspada terhadap dampak jangka panjang dari setiap proyek besar yang hadir.

“Pertumbuhan ekonomi yang pesat harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat. Kami tidak menolak investasi, tapi jangan sampai rakyat dikorbankan hanya karena proses yang tidak terbuka,” ujarnya.

Ananda juga menyoroti keterbatasan akses masyarakat terhadap informasi-informasi penting terkait investasi. Mulai dari izin usaha, dokumen AMDAL, hingga rencana kerja perusahaan kerap tidak diketahui publik, terutama oleh warga yang terdampak langsung.

“Rakyat jangan hanya dijadikan penonton di tanah sendiri. Informasi seperti AMDAL dan rencana investasi harus dibuka seluas-luasnya,” katanya.

Menurutnya, pola pembangunan yang eksklusif dan tertutup hanya akan menimbulkan ketegangan sosial dan mempercepat kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya penerapan tata kelola pemerintahan yang baik dalam setiap kebijakan investasi.

“DPRD akan terus mengawal agar setiap kebijakan berjalan sesuai aturan dan tidak merugikan masyarakat. Kunci dari semua ini adalah keterbukaan, demi menjaga kepercayaan publik,” ujarnya lebih lanjut.

Ananda menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa keberhasilan pembangunan seharusnya dinilai dari manfaat konkret yang dirasakan masyarakat lokal, bukan sekadar nilai investasi yang masuk ke daerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *