Putusan MK perpanjangan waktu 2 tahun, Hasanuddin; putusan MK itu final tapi kita hanya mengikuti saja

Kaltimreport.com – Beberapa waktu lalu, tepatnya pada Kamis, 26 Juni 2025, muncul kabar mengejutkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu nasional yakni pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, dan Anggota DPD akan dipisah dengan pemilihan umum lokal, yakni pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota, serta gubernur wakil gubernur, bupati, Wakil Bupati, dan Wali Kota, Wakil Wali Kota.

MK juga memutuskan pemilu daerah dilaksanakan serentak paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah Pemilu Nasional. Keputusan MK tersebut berangkat dari gugatan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem terkait sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Perludem meminta agar pemilu untuk tingkat nasional dipisah dan diberi jarak dua tahun dengan pemilu tingkat daerah. Dengan keputusan MK tersebut membuka peluang Pilkada atau pemilu daerah berlangsung pada 2031 mendatang atau dua tahun setelah Pemilu Nasional 2029.

Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kalimantan Timur Hasanuddin Mas’ud turut memberikan respon atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

Keterangan tersebut disampaikan saat usai memimpin Rapat Paripurna ke-21, yang digelar di Gedung D lantai 6 Kantor DPRD Kaltim, pada Selasa, 1/7/2025.

“Putusan Mahkamah Konstitusi soal perpanjangan. Kalau buat kita di daerah provinsi tingkat satu dan dua menyambut dengan baik daripada penambahan dua tahun 2024- 2031,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakannya putusan MK bersifat final dan mengikat. Kendati demikian, putusan itu disinyalir berpotensi bergejolak di tingkat DPR RI dan DPD lantaran tidak terdapat penambahan.

“Tapi di sisi lain kalau saya lihat seperti DPR RI, DPD itu tetap dan tak ada penambahan. Apakah di DPR-RI dan DPD RI tidak bergejolak karena waktunya tetap, sedangkan ditingkat provinsi, kabupaten dan kota terdapat penambahan dua tahun?,” ucap Hasanuddin.

Menurutnya, semua Undang-Undang itu dirancang oleh Lembaga DPR RI. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan putusan MK terkait pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah, maka pihak anggota DPR RI justru dirugikan lantaran tak ada penambahan.

“Putusan MK bersifat final dan mengikat. Tapi, sebenarnya semua keputusan Undang- Undang itu dirancang oleh DPR RI. Nah, kalau dilihat DPR RI dirugikan karena hanya lima tahun,” imbuhnya.

Maka dari itu, Hasanuddin menilai jalan tengah terbaik untuk menjembatani hal itu dengan mengikuti dan menanti kebijakan dari pusat.

“Nanti kita tunggu saja sebab pada prinsipnya kita mengikuti aja,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *