APBD Kaltim 2026 diprediksikan menurun, Hasanuddin dorong reformulasi secara menyeluruh dan adaptif

Kaltimreport.com – Prediksi penurunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur (Kaltim) pada 2026 dari sekitar Rp20 triliun menjadi Rp18 triliun memunculkan kekhawatiran serius di kalangan legislatif. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menegaskan bahwa situasi ini menuntut reformulasi strategi keuangan daerah secara menyeluruh dan adaptif.

Penurunan tajam pada pos Dana Bagi Hasil (DBH) disebut menjadi penyebab utama tergerusnya kemampuan fiskal daerah. Kondisi ini bukan hanya mengancam pelaksanaan program strategis provinsi, tetapi juga berdampak langsung pada 10 kabupaten/kota yang selama ini bergantung pada transfer APBD.

“Ini bukan hanya soal angka yang turun. Ini menyangkut bagaimana kita merancang ulang sistem pembiayaan agar tetap berjalan dalam tekanan fiskal,” ujar Hasanuddin.

Lebih lanjut, Ia menekankan pentingnya efisiensi belanja yang selektif, tanpa memangkas sektor-sektor esensial seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Menurutnya, efisiensi harus diimbangi dengan optimalisasi pendapatan daerah melalui inovasi dan pemanfaatan aset secara strategis.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah memperkuat kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar tidak hanya bergantung pada APBD, tetapi mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara konsisten.

“BUMD harus dikelola secara profesional agar bisa jadi motor baru ekonomi daerah. Kita tidak bisa terus bergantung pada migas dan batu bara,” imbuhnya.

Pun, Hasanuddin juga menyoroti perlunya diversifikasi ekonomi ke sektor non-migas seperti pertanian, pariwisata, dan jasa. Langkah ini dianggap sebagai bagian penting dalam memperkuat struktur ekonomi jangka panjang yang lebih tahan terhadap fluktuasi global.

Ia turut mengingatkan agar penggunaan aset pemerintah untuk operasional internal dimaksimalkan guna menghemat anggaran sewa dan pembelian lahan. Strategi ini dinilai sebagai langkah sederhana namun berdampak signifikan dalam menjaga stabilitas fiskal.

“Ini bukan sekadar soal bertahan, tapi bagaimana kita menjadikan keterbatasan sebagai momentum untuk menata ulang sistem ekonomi dan pembiayaan daerah,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *