Kaltimreport.com, KALTIM – Suasana depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur memanas. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi (AMAK) Kaltim menggelar aksi demonstrasi dan melakukan bakar ban,menuntut transparansi, keadilan fiskal, dan penindakan terhadap dugaan praktik korupsi yang melibatkan perusahaan besar, pejabat publik, hingga figur misterius yang disebut sebagai “pejabat bayangan”. Jumat, (25/7/25).
Dengan membawa spanduk kritis dan poster bernada sindiran, para mahasiswa menyerukan bahwa Kalimantan Timur tengah mengalami krisis penegakan hukum dan integritas birokrasi.
“Kaltim bukan lagi provinsi sumber daya alam, tapi sumber daya aib. Hukum kita bukan lagi panglima, tapi boneka. Kasus PT. BKE adalah contoh telanjang bagaimana hukum bisa bungkam saat uang bicara,” tegas Faisal, Koordinator Lapangan aksi.
Faisal merujuk pada dugaan penggelapan pajak oleh PT. Barokah Karya Energy (BKE) yang berpotensi merugikan negara hingga Rp1 triliun. Ia menyindir bahwa penegakan hukum kini ibarat aktor figuran tampil hanya saat diminta, dan dengan naskah yang ditentukan kekuasaan.
“Ketika rakyat telat bayar pajak motor, langsung kena sanksi. Tapi kalau korporasi besar hilangkan triliunan, semua pura-pura tak melihat,” seru Faisal di tengah orasi.
AMAK juga mengkritik proyek renovasi Gedung DPRD Kaltim yang menelan miliaran rupiah, dinilai tak berorientasi pada kebutuhan publik.
“Rakyat masih antre di puskesmas bocor, tapi plafon DPRD diganti demi estetika. Sayangnya, plafon bisa direnovasi, tapi moral dan akal sehat belum tentu bisa diperbaiki,” ujar Faisal sinis.
Tak berhenti di situ, mahasiswa juga membongkar dugaan praktik nepotisme dalam seleksi jabatan Direktur Utama Perusahaan Daerah (Perusda) Kaltim.
“Fit and proper test? Hanya sandiwara. Yang lolos bukan yang paling kompeten, tapi yang punya tiket dari lingkaran dalam kekuasaan,” katanya.
Aksi itu juga menyeret satu sosok berinisial “H” yang disebut sebagai “pejabat bayangan” bukan pejabat publik resmi, namun diyakini punya pengaruh besar dalam keputusan strategis daerah.
“Ia tidak tercantum dalam struktur, tapi bisa mengatur siapa yang duduk dan siapa yang jatuh. Jika ini bukan bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi dan hukum, lalu apa?” tanya Faisal retoris.
AMAK pun mendesak Gubernur Kalimantan Timur untuk tidak lagi bersembunyi di balik prosedur administratif. Mereka menuntut sikap tegas dan keberanian melawan infiltrasi kekuasaan oleh kepentingan pribadi dan korporasi.
“Jika praktik busuk ini terus dibiarkan, maka aksi jalanan akan menjadi suara hukum terakhir rakyat. Dan jangan salahkan rakyat jika ia bersuara lebih keras,” pungkas Faisal menutup aksinya.